Lahir
Posted by
Noor Afif Fauzi
Selalu tak mudah memulai kata untuk menulis tentangnya. Bukan karena sulit, hanya setiap rekam hidupnya terlalu sempurna. Seolah berebut untuk menempati kalimat pertama.
Atau mungkin akan lebih baik cerita dimulai dari sebelum kehadirannya. Arab awal abad keenam adalah cerita kelam sejarah manusia. Ayyam Al Arab, bukan sekedar kisah kelam hari-hari orang arab. Karena jangankan berhari-hari, melewati satu hari saja bagi mereka adalah berkah yang harus disyukuri. Karena hari saat itu telah menjelma menjadi sengketa, oleh ternak, oleh mata air, atau oleh padang rumput.
Perang 40 tahun antara Banu Bakr dan Banu Taghlib di Arab Timur laut, dimulai karena seekor unta betina yang tak sengaja terluka. Atau perang besar Dahis dan Al Ghabra antara suku ‘Abs dan Dzubyan di Arab tengah, hanya dipicu tindakan curang di pacuan, antara kuda bernama Dahis dan keledai bernama al-Ghabra. Keterbatasan dan kelangkaan gurun pasir menjadikan peperangan sebagai jati diri dan intuisi. Peperangan memang menjadikan nama pahlawan akan dikenang berabad kemudian, menjadikan kehormatan dan kewibawaan adalah segalanya, namun kemanusiaan menjadi tiada artinya.
Pun dengan tuhan mereka. Institusi patung dan berhala adalah agama Arab awal abad keenam, yang menjadikan tuhan sebatas sangkaan. Seperti di Hijaz saat itu, oleh Al-Uzza, al-Lat, dan al-Manat yang menjadikan anak panah sebagai panduan nasib mencari peruntungan, atau manusia sebagai korban untuk sesembahan. Paganisme menyempitkan konsepsi tuhan, kedangkalan selalu berhasil menjadikannya sebatas nama, nama menjadikannya sebatas harga diri semata, dan harapan yang terlalu berlebihan akan kehormatan telah sukses mengerdilkannya menjadi sebatas ritual.
Gelap terpekat adalah saat malam menjelang fajar. Bagi ahli kitab saat itu, mungkin keyakinan inilah yang membuat mereka masih percaya tuhan yang sebenarnya tidak tinggal diam. Rendah hati dan ketekunan dalam membaca kitab, menjadikan mereka berhasil mengenali nubuat. Mereka yakin seorang pembawa pesan akan datang.
Keyakinan dan ketekunan dalam penantian mereka berbuah kenyataan. Di tahun 571, hari yang dinantikan itu akhirnya tiba. Pembawa cahaya itu dilahirkan. Ajaran yang dibawanya kini merubah dunia, Michael Hart menempatkannya di urutan pertama daftar manusia-manusia yang paling berpengaruh.
Dan kini kita memperingati hari kelahirannya itu, dalam perdebatan. Beberapa orang menyebut peringatan itu berlebihan, sebagian yang lain mengatakan hal itu pantas dan harus dilakukan. Namun jika kita mau tekun dan tetap rendah hati seperti para ahli kitab itu, kita pasti bisa menangkap pesannya yang berbeda. Seperti pembawa pesan yang lain, ia hanya ingin seperti lilin. Rela meleleh untuk menerangi gelap, dan tak peduli meski tak banyak yang akan mengucap kata terima kasih. Karena baginya tuhan dan ajaran tak sekedar pada apa yang terekam dalam bahasa, dan kata-kata. (afz)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment